Gejala PTSD sering kali muncul dalam bentuk kilas balik yang menyakitkan dan mimpi buruk berulang. Hal ini dapat mengganggu kualitas tidur serta menyebabkan perasaan cemas yang terus-menerus.
Banyak individu mengalami gejala PTSD seperti perasaan takut yang intens dan kesulitan berkonsentrasi setelah mengalami trauma. Gejala ini sering kali diperparah oleh reaksi fisik seperti detak jantung yang cepat dan keringat berlebihan.
Seseorang mungkin menghindari tempat atau situasi tertentu sebagai bagian dari gejala PTSD. Penghindaran ini dapat memperburuk isolasi sosial dan menurunkan kualitas hidup secara keseluruhan.
Berikut ini pembahasan gejala PTSD lengkap dengan pengertian dan penanganannya.
Pengertian PTSD
Menurut buku Manajemen Penanganan Post Traumatik Stress Disorder (PTSD) Berdasarkan Konsep Dan Penelitian Terkini karya NS. Retna Tri Astuti, M. Kep, bahwa Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah gangguan psikologis yang muncul akibat pengalaman traumatis yang sangat mengganggu integritas diri seseorang.
Peristiwa traumatis seperti kecelakaan, perang, atau kekerasan mendadak dapat menyebabkan ketakutan dan trauma mendalam yang sulit dilupakan.
Menurut American Psychological Association (APA), PTSD dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan seseorang, meninggalkan bekas psikologis yang signifikan.
Trauma yang memicu PTSD bisa berasal dari berbagai sumber, mulai dari bencana alam hingga kekerasan fisik.
Hodgkins menekankan bahwa PTSD tidak hanya terkait dengan peristiwa ekstrem, tetapi juga dapat dipicu oleh musibah yang berlangsung cepat dan mengejutkan, seperti penyakit terminal atau kecelakaan.
Setelah mengalami peristiwa semacam ini, individu mungkin menghadapi gejala seperti pikiran menakutkan yang berulang, kesulitan tidur, dan perasaan terlepas dari kenyataan, yang semuanya menjadi ciri khas PTSD menurut National Institute of Mental Health.
PTSD tidak selalu segera terlihat setelah peristiwa traumatis terjadi. Faktor-faktor seperti kondisi sosiodemografi, jenis bencana, dukungan sosial, dan pengalaman kehilangan dapat mempengaruhi seberapa cepat atau parahnya PTSD berkembang.
Gejala PTSD bisa muncul secara bertahap dan sering kali memerlukan waktu sebelum menjadi nyata, sehingga pemahaman dan penanganan yang tepat sangat penting untuk membantu individu yang terkena dampaknya.
Gejala PTSD
Menurut buku Manajemen Penanganan Post Traumatik Stress Disorder (PTSD) Berdasarkan Konsep Dan Penelitian Terkini karya NS. Retna Tri Astuti, M. Kep, bahwa gejala PTSD dapat dibagi menjadi empat poin utama:
Gejala PTSD 1 Re-Experiencing Symptoms
Individu mengalami ingatan yang berulang tentang kejadian traumatis, seperti pikiran mengganggu, mimpi buruk, dan flashback, yang membuatnya merasa seolah-olah peristiwa tersebut terjadi kembali. Reaksi fisik dan psikologis yang berlebihan juga dapat terjadi ketika terpapar oleh kenangan traumatis.
Gejala PTSD 2 Avoidance Symptoms
Orang dengan PTSD cenderung menghindari segala sesuatu yang dapat memicu ingatan tentang trauma, seperti perasaan, pikiran, tempat, orang, atau situasi tertentu yang berkaitan dengan kejadian traumatis tersebut.
Gejala PTSD 3 Negative Alterations Symptoms
Setelah mengalami trauma, individu mungkin mengalami perubahan negatif dalam pikiran dan perasaan, seperti kesulitan mengingat detail penting dari kejadian traumatis, munculnya pikiran negatif tentang diri sendiri atau lingkungan, perasaan terisolasi, dan penurunan minat terhadap aktivitas yang sebelumnya dinikmati.
Gejala PTSD 4 Hyperarousal Symptoms
Ini melibatkan peningkatan berlebihan dalam reaktivitas fisiologis, seperti iritabilitas, kesulitan tidur, kesulitan berkonsentrasi, kewaspadaan yang berlebihan, dan perilaku yang berisiko.
Penyebab PTSD
Menurut buku Buku Ajar Keperawatan Jiwa I karya Dr. Muhammad Fatkhul Mubin, SKp., M.Kep., Sp.Kep.J. dkk, dijabarkan penyebab PTSD yang dialami oleh seseorang bisa dari berbagai faktor, diantaranya adalah.
Penyebab PTSD melibatkan berbagai faktor yang saling terkait, termasuk psikologis, genetik, fisik, dan sosial. Gangguan ini terjadi ketika respons tubuh terhadap stres berubah, memengaruhi hormon stres dan neurotransmiter.
Orang dengan pengalaman traumatis masa kecil atau trauma berat cenderung lebih rentan mengembangkan PTSD.
Risiko ini juga meningkat pada mereka yang memiliki sifat temperamental, seperti kecenderungan perilaku eksternalisasi atau masalah kecemasan.
Faktor lingkungan seperti disfungsi keluarga, kesulitan masa kecil, budaya, dan riwayat penyakit kejiwaan dalam keluarga turut memperbesar kemungkinan terjadinya PTSD.
Trauma yang memicu PTSD bisa beragam, termasuk kecelakaan serius, kekerasan seksual, penyakit berat, atau pengalaman melahirkan.
Tidak semua orang yang mengalami trauma akan mengembangkan PTSD, namun risiko meningkat seiring dengan beratnya trauma dan kurangnya dukungan sosial atau mekanisme koping yang tidak memadai.
Beberapa faktor seperti resiliensi, dukungan sosial, dan kemampuan mengelola stres secara efektif dapat mengurangi risiko PTSD.
Penting untuk diingat bahwa PTSD tidak selalu muncul segera setelah trauma, tetapi dapat berkembang berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun kemudian.
Pada remaja, risiko mengembangkan PTSD lebih tinggi dibandingkan anak-anak atau orang dewasa, terutama jika mereka mengalami trauma berulang atau jenis trauma tertentu.
Remaja dengan PTSD lebih rentan terhadap bunuh diri, penyalahgunaan zat, masalah akademik, dan kesehatan fisik yang buruk. Terapi CBT yang berfokus pada trauma telah terbukti bermanfaat dalam mengatasi PTSD pada remaja, serta kondisi komorbiditas lainnya.
PTSD juga dapat mengganggu proses pematangan biologis, yang berkontribusi pada masalah emosional dan perilaku jangka panjang, menekankan pentingnya terapi berkelanjutan atau episodik.
Leave a Reply