4 Gejala PTSD yang Harus Diketahui

gejala ptsd
gejala ptsd post traumatic stress disorder adalah gangguan psikologis
gejala ptsd (post traumatic stress disorder). Sumber: netizenia.com

Gejala PTSD sering kali muncul dalam bentuk kilas balik yang menyakitkan dan mimpi buruk berulang. Hal ini dapat mengganggu kualitas tidur serta menyebabkan perasaan cemas yang terus-menerus.

Banyak individu mengalami gejala PTSD seperti perasaan takut yang intens dan kesulitan berkonsentrasi setelah mengalami trauma. Gejala ini sering kali diperparah oleh reaksi fisik seperti detak jantung yang cepat dan keringat berlebihan.

Seseorang mungkin menghindari tempat atau situasi tertentu sebagai bagian dari gejala PTSD. Penghindaran ini dapat memperburuk isolasi sosial dan menurunkan kualitas hidup secara keseluruhan.

Berikut ini pembahasan gejala PTSD lengkap dengan pengertian dan penanganannya.

Pengertian PTSD

Menurut buku Manajemen Penanganan Post Traumatik Stress Disorder (PTSD) Berdasarkan Konsep Dan Penelitian Terkini karya NS. Retna Tri Astuti, M. Kep, bahwa Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah gangguan psikologis yang muncul akibat pengalaman traumatis yang sangat mengganggu integritas diri seseorang.

Peristiwa traumatis seperti kecelakaan, perang, atau kekerasan mendadak dapat menyebabkan ketakutan dan trauma mendalam yang sulit dilupakan.

Menurut American Psychological Association (APA), PTSD dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan seseorang, meninggalkan bekas psikologis yang signifikan.

Trauma yang memicu PTSD bisa berasal dari berbagai sumber, mulai dari bencana alam hingga kekerasan fisik.

Hodgkins menekankan bahwa PTSD tidak hanya terkait dengan peristiwa ekstrem, tetapi juga dapat dipicu oleh musibah yang berlangsung cepat dan mengejutkan, seperti penyakit terminal atau kecelakaan.

 Setelah mengalami peristiwa semacam ini, individu mungkin menghadapi gejala seperti pikiran menakutkan yang berulang, kesulitan tidur, dan perasaan terlepas dari kenyataan, yang semuanya menjadi ciri khas PTSD menurut National Institute of Mental Health.

PTSD tidak selalu segera terlihat setelah peristiwa traumatis terjadi. Faktor-faktor seperti kondisi sosiodemografi, jenis bencana, dukungan sosial, dan pengalaman kehilangan dapat mempengaruhi seberapa cepat atau parahnya PTSD berkembang.

Gejala PTSD bisa muncul secara bertahap dan sering kali memerlukan waktu sebelum menjadi nyata, sehingga pemahaman dan penanganan yang tepat sangat penting untuk membantu individu yang terkena dampaknya.

Gejala PTSD

Menurut buku Manajemen Penanganan Post Traumatik Stress Disorder (PTSD) Berdasarkan Konsep Dan Penelitian Terkini karya NS. Retna Tri Astuti, M. Kep, bahwa gejala PTSD dapat dibagi menjadi empat poin utama:

Gejala PTSD 1 Re-Experiencing Symptoms

Individu mengalami ingatan yang berulang tentang kejadian traumatis, seperti pikiran mengganggu, mimpi buruk, dan flashback, yang membuatnya merasa seolah-olah peristiwa tersebut terjadi kembali. Reaksi fisik dan psikologis yang berlebihan juga dapat terjadi ketika terpapar oleh kenangan traumatis.

Gejala PTSD 2 Avoidance Symptoms

Orang dengan PTSD cenderung menghindari segala sesuatu yang dapat memicu ingatan tentang trauma, seperti perasaan, pikiran, tempat, orang, atau situasi tertentu yang berkaitan dengan kejadian traumatis tersebut.

Gejala PTSD 3 Negative Alterations Symptoms

Setelah mengalami trauma, individu mungkin mengalami perubahan negatif dalam pikiran dan perasaan, seperti kesulitan mengingat detail penting dari kejadian traumatis, munculnya pikiran negatif tentang diri sendiri atau lingkungan, perasaan terisolasi, dan penurunan minat terhadap aktivitas yang sebelumnya dinikmati.

Gejala PTSD 4 Hyperarousal Symptoms

Ini melibatkan peningkatan berlebihan dalam reaktivitas fisiologis, seperti iritabilitas, kesulitan tidur, kesulitan berkonsentrasi, kewaspadaan yang berlebihan, dan perilaku yang berisiko.

Penyebab PTSD

Menurut buku Buku Ajar Keperawatan Jiwa I karya Dr. Muhammad Fatkhul Mubin, SKp., M.Kep., Sp.Kep.J. dkk, dijabarkan penyebab PTSD yang dialami oleh seseorang bisa dari berbagai faktor, diantaranya adalah.

Penyebab PTSD melibatkan berbagai faktor yang saling terkait, termasuk psikologis, genetik, fisik, dan sosial. Gangguan ini terjadi ketika respons tubuh terhadap stres berubah, memengaruhi hormon stres dan neurotransmiter.

Orang dengan pengalaman traumatis masa kecil atau trauma berat cenderung lebih rentan mengembangkan PTSD.

Risiko ini juga meningkat pada mereka yang memiliki sifat temperamental, seperti kecenderungan perilaku eksternalisasi atau masalah kecemasan.

Faktor lingkungan seperti disfungsi keluarga, kesulitan masa kecil, budaya, dan riwayat penyakit kejiwaan dalam keluarga turut memperbesar kemungkinan terjadinya PTSD.

Trauma yang memicu PTSD bisa beragam, termasuk kecelakaan serius, kekerasan seksual, penyakit berat, atau pengalaman melahirkan.

Tidak semua orang yang mengalami trauma akan mengembangkan PTSD, namun risiko meningkat seiring dengan beratnya trauma dan kurangnya dukungan sosial atau mekanisme koping yang tidak memadai.

Beberapa faktor seperti resiliensi, dukungan sosial, dan kemampuan mengelola stres secara efektif dapat mengurangi risiko PTSD.

Penting untuk diingat bahwa PTSD tidak selalu muncul segera setelah trauma, tetapi dapat berkembang berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun kemudian.

Pada remaja, risiko mengembangkan PTSD lebih tinggi dibandingkan anak-anak atau orang dewasa, terutama jika mereka mengalami trauma berulang atau jenis trauma tertentu.

Remaja dengan PTSD lebih rentan terhadap bunuh diri, penyalahgunaan zat, masalah akademik, dan kesehatan fisik yang buruk. Terapi CBT yang berfokus pada trauma telah terbukti bermanfaat dalam mengatasi PTSD pada remaja, serta kondisi komorbiditas lainnya.

PTSD juga dapat mengganggu proses pematangan biologis, yang berkontribusi pada masalah emosional dan perilaku jangka panjang, menekankan pentingnya terapi berkelanjutan atau episodik.

7 Teknik Relaksasi Mengurangi Kecemasan dan Stress

teknik relaksasi mengurangi kecemasan
7 teknik relaksasi mengurangi kecemaasan. Sumber: netizenia.com

Netizeniacom – Teknik relaksasi mengurangi kecemasan sangat bermanfaat bagi primary caregiver penderita kanker. Dengan metode seperti Relaksasi Pernafasan Dalam, peserta belajar mengatur pernapasan untuk meredakan ketegangan dan stres.

Relaksasi Otot Progresif juga menjadi teknik efektif dalam mengurangi kecemasan. Teknik ini melibatkan pengencangan dan pelepasan otot secara bertahap untuk mencapai kondisi rileks yang lebih dalam.

Menggabungkan teknik pernapasan dalam dan meditasi dapat meningkatkan efektivitas teknik relaksasi mengurangi kecemasan. Kombinasi ini membantu menurunkan stres dan menjaga keseimbangan emosional.

Teknik Relaksasi Mengurangi Kecemasan 1

Menurut jurnal dari Sari, Aprilya Dewi Kartika, and Subandi. “Pelatihan Teknik Relaksasi untuk Menurunkan Kecemasan pada Primary Caregiver Penderita Kanker Payudara.” Program Magister Profesi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada, 2015.

Dalam upaya mengatasi kecemasan pada primary caregiver penderita kanker, sebuah pelatihan teknik relaksasi telah dirancang dan diadaptasi dari studi sebelumnya.

Pelatihan ini dirancang dengan tiga teknik relaksasi utama yang terbukti efektif, yakni:

  1. Relaksasi Pernafasan Dalam (RPD)

Teknik ini mengajarkan peserta cara mengatur pernapasan dengan cara yang teratur, pelan, dan dalam.

Ini sangat berguna karena saat seseorang mengalami stres atau kecemasan, pernapasan biasanya menjadi pendek dan tubuh mengalami ketegangan.

Dengan mengatur pernapasan, peserta dapat merelaksasi tubuh mereka dan mengurangi ketegangan yang dirasakan.

  • Relaksasi Otot Progresif (ROP)

Teknik ini melibatkan proses relaksasi otot secara bertahap.

Peserta diminta untuk fokus pada satu kelompok otot pada satu waktu, merasakan ketegangan dan kemudian melepaskannya sebelum berpindah ke otot berikutnya.

Proses ini berlanjut hingga seluruh tubuh dalam keadaan rileks. Teknik ini membantu mengurangi ketegangan otot yang dapat menambah stres dan kecemasan.

  • Relaksasi Imajeri Terpandu (RIT)

Teknik ini menggunakan visualisasi untuk menciptakan pengalaman menenangkan.

Peserta diajak membayangkan diri mereka berada di tempat yang damai dan menyenangkan, lengkap dengan sensasi suara, sentuhan, dan visual yang mendukung rasa relaksasi.

Teknik ini memanfaatkan kekuatan pikiran untuk menciptakan pengalaman relaksasi yang mendalam dan menenangkan.

Pelatihan ini dilaksanakan dalam format kelompok, yang memungkinkan peserta untuk saling mendukung dan berbagi pengalaman.

Teknik Relaksasi Mengurangi Kecemasan 2

Jurnal Rasyidin, Maharani Umami, and Titin Indah Pratiwi. “Penerapan Teknik Relaksasi untuk Menangani Kecemasan Menghadapi Ujian pada Siswa.” Jurnal Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya. Ada beberapa teknik relaksasi mengurangi kecemasan.

  1. Deep Breathing

Teknik ini melibatkan latihan pernapasan dalam dan teratur untuk mengatasi stres dan kecemasan.

Deep breathing membantu mengontrol respons tubuh terhadap stres dengan memperlambat detak jantung dan menurunkan tekanan darah.

Penelitian menunjukkan bahwa kombinasi deep breathing dengan relaksasi otot progresif dapat meningkatkan efektivitas pengelolaan stres, seperti yang dijelaskan oleh Larson et al. (2011).

  • Meditasi

Teknik ini mencakup berbagai metode, termasuk meditasi gelembung pikiran dan berbagai bentuk meditasi lainnya seperti breath counting dan mantra meditation.

Meditasi membantu individu mencapai kesadaran diri yang lebih baik dengan fokus pada pikiran dan perasaan.

Penelitian oleh Uswah (2019) dan Dosi (2019) menunjukkan bahwa meditasi dapat meningkatkan konsentrasi dan mengurangi kecemasan.

  • Relaksasi Behavioral

Ini melibatkan teknik yang mengajarkan individu untuk merespons situasi stres dengan cara yang lebih adaptif.

Metode ini sering digunakan untuk mengubah pola pikir negatif dan melatih respons yang lebih positif.

Teknik ini juga dapat dikombinasikan dengan teknik relaksasi lainnya untuk hasil yang lebih optimal.

  • Penggunaan Musik

Musik instrumental sering digunakan sebagai latar dalam sesi relaksasi untuk meningkatkan suasana hati dan mengurangi kecemasan.

Penelitian oleh Nurlela & Jannati (2019) menunjukkan bahwa musik dapat berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan psikologis dan emosional.

Keefektifan teknik-teknik relaksasi ini bervariasi tergantung pada individu dan konteksnya.

Meskipun beberapa penelitian menunjukkan penurunan signifikan dalam tingkat kecemasan, seperti yang dilaporkan oleh Manar (2015) dan Nurhidayati & Na (2017).

Ada juga hasil yang menunjukkan bahwa beberapa teknik mungkin tidak selalu efektif untuk semua orang.

Misalnya, Nwokolo et al. (2017) menemukan bahwa relaksasi otot progresif tidak selalu berhasil menurunkan kecemasan pada semua siswa, meskipun ada penurunan pada tingkat kecemasan pada beberapa individu.

Secara keseluruhan, teknik relaksasi merupakan alat yang berharga dalam mengelola kecemasan dan stres, dengan berbagai metode yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan individu untuk mencapai hasil yang optimal.