Netizenia.com- Kisah Uqail bin Abi Thalib mungkin tidak sepopuler kisah saudaranya, Ali bin Abi Thalib, tetapi tetap menyimpan banyak pelajaran berharga.
Uqail bin Abi Thalib adalah saudara kandung Ali dan termasuk dari Bani Hasyim, keluarga terhormat di Makkah.
Ia dikenal memiliki kecerdasan dan kefasihan berbicara yang luar biasa, serta pemahaman yang mendalam tentang nasab atau silsilah keturunan bangsa Arab.
Dari kisah Uqail bin Abi Thalib, kita bisa mengambil hikmah tentang pentingnya memahami sejarah, menjaga hubungan keluarga, serta bagaimana seseorang bisa berkembang dalam perjalanan spiritualnya.
Kisahnya menjadi pengingat bahwa setiap orang memiliki jalan tersendiri dalam menemukan kebenaran, dan yang terpenting adalah bagaimana kita menjalaninya dengan kesungguhan dan keikhlasan.
Kisah Uqail bin Abi Thalib RA
Dalam buku Pencuri yang Alim – 33 Kisah Abadi untuk Anak Muslim tulisan Tethy Ezokanzo, Dahulu Nabi Muhammad SAW mempunyai seorang sahabat yangd apat mendengar gunung menangis, dan mengalami tiga kejadian aneh.
Nama sahabat nabi ini adalah Uqail bin Abi Thalib, seorang sahabat sekaligus sepupu Rasulullah SAW, pernah menemani beliau dalam suatu perjalanan.
Dalam perjalanan tersebut, Rasulullah SAW merasa ingin buang air besar, namun di sekitarnya tidak ada tempat yang bisa digunakan sebagai penghalang untuk menjaga privasi.
Rasulullah SAW lalu berkata kepada Uqail, “Wahai Uqail, teruskan langkahmu menuju pohon itu dan sampaikan pesan bahwa Rasulullah memerintahkan pohon-pohon itu untuk mendekat. Mereka diminta untuk menjadi penghalang, karena beliau hendak buang air besar dan berwudhu.”
Meski merasa heran, Uqail tetap menjalankan perintah Rasulullah SAW dan menyampaikan pesan kepada pohon-pohon tersebut. Hal yang menakjubkan pun terjadi.
Pohon-pohon itu segera bergerak mendekat, membentuk penghalang di sekitar Rasulullah SAW. Setelah beliau selesai menunaikan hajatnya, pohon-pohon tersebut kembali ke tempat asalnya seperti semula.
Setelah kejadian itu, Uqail dan Rasulullah SAW kembali melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan, rasa haus mulai terasa, namun persediaan air mereka telah habis. Uqail pun berusaha mencari sumber air di sekitar, tetapi usahanya tidak membuahkan hasil.
Rasulullah SAW kemudian berkata kepada Uqail, “Wahai Uqail, naiklah ke puncak gunung itu dan sampaikan salam dariku. Katakan padanya, jika memiliki air, berikanlah kepadaku untuk minum.”
Meski diliputi keheranan, Uqail tetap menaiki gunung dan menjalankan perintah Rasulullah SAW. Setibanya di puncak, ia pun menyampaikan pesan tersebut, “Wahai gunung, Rasulullah mengutusku untuk meminta air darimu.”
Tiba-tiba, terdengar suara dari dalam gunung yang menjawab, “Sampaikan kepada Rasulullah SAW bahwa aku sudah tidak memiliki air. Aku terus menangis karena takut menjadi bahan bakar api neraka. Tangisanku tak pernah berhenti sejak Allah menurunkan ayat berikut:”
يَأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَتَبِكَةُ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya para malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang dititahkan-Nya kepada mereka, dan mereka mengerjakan apa yang dititahkan.” (QS. At-Tahrim, 66:6).

Uqail tertegun, tak menyangka mendengar suara gunung yang menangis. Ini adalah pengalaman yang luar biasa baginya. Namun, keajaiban belum berakhir. Saat mereka melanjutkan perjalanan, tiba-tiba seekor unta mendekati Rasulullah SAW. Yang lebih mengejutkan, unta itu berbicara, “Wahai Rasulullah, aku datang untuk meminta perlindungan darimu.”
Uqail masih heran dengan kejadian tersebut. Belum sempat ia menghilangkan rasa herannya, tiba-tiba seorang Arab Badui muncul dengan pedang terhunus. Melihat hal itu, Rasulullah SAW pun bertanya, “Apa yang ingin kau lakukan terhadap unta ini?”
Allah berfirman:
وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا )
Artinya: “Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya la akan mengadakan baginya jalan keluar.” (potongan dari ayat yang panjang; QS. Ath-Thalaq, 65:2)
Orang Arab Badui itu pun menjawab, “Wahai Rasulullah, aku telah membeli unta ini dengan harga yang mahal, tetapi ia sulit dikendalikan dan tidak mau menurut. Karena itu, aku berniat menyembelihnya dan memanfaatkan dagingnya.”
Mendengar hal itu, Rasulullah SAW lalu menoleh ke arah unta dan bertanya, “Mengapa engkau tidak mau patuh kepadanya?”
Unta itu kembali berbicara, “Wahai Rasulullah, bukan karena aku enggan bekerja untuknya, tetapi aku menolak karena keburukan perbuatannya. Kabilahnya selalu lalai, mereka tidur dan meninggalkan Shalat Isya. Jika ia bersedia berjanji kepadamu untuk menunaikan Shalat Isya dengan taat, maka aku pun berjanji akan patuh kepadanya. Aku khawatir jika Allah menurunkan azab kepada mereka, aku juga akan terkena akibatnya karena berada di tengah-tengah mereka.”
Uqail merasa takjub mendengar perkataan unta itu. Ia menyadari bahwa bahkan seekor unta pun beriman kepada Allah dan peduli terhadap majikannya yang lalai dalam menjalankan ibadah. Dari tiga peristiwa luar biasa yang ia alami, Uqail mendapatkan pelajaran berharga tentang makna ketaatan.